Pesona Istana Bima (Asi Mbojo)

Istana Bima (Asi Mbojo) yang sekarang telah menjadi  Museum Bima merupakan monumen fisik terakhir kerajaan Bima. Bangunanya masih tampak anggun meskipun telah melintasi waktu yang cukup panjang. Bangunan ini semata-mata bukan sebagai pusat pemerintahan di masa lalu tapi sekaligus merupakan lambang identitas sebuah bangsa. Menurut sejarah, dari istana inilah, bendera merah putih pertama kali berkibar di Bima.

                Istana atau dalam bahasa Bima mulai dikenal oleh masyarakat Bima pada sekitar abad ke 11 Masehi. Menurut mitos setempat, Istana yang pertama sekali dibangun yaitu istana kaca pada masa pemerintahan Raja Indra Jamrud. Begitu juga Sultan Abdul Hamid membangun istana yang sama yaitu Asi Saninu (istana kaca). Selanjutnya, Sultan Ismail membangun Asi Mpasa (Istana lama) pada tahun 1820 M. Sementara Asi Ntoi dibangun di era pemerintahan Raja-raja dan Sultan Bima yang disaksikan sampai sekarang yaitu istana-istana yang terletak berdampingan  dengan Asi Bou dan Asi Mbojo.

                Asi Bou (Istana Baru) semula merupakan bangunan darurat untuk tempat tinggal sementara Sultan Muhammad Salahuddin dan keluarganya selama Asi Mbojo dalam pembangunan.

                Istana Bima adalah bangunan eksotik bergaya Eropa. Istana ini mulai dibangun tahun 1927. Perancangnya adalah arsitek kelahiran Kota Ambon bernama, Rahatta. Beliau diundang oleh pemerintah kolonial Belanda ke Bima. Dalam menyelesaikan pembangunan Rehatta dibantu oleh Bumi Jero  Istana hingga rampng pada tahun 1929. Pembangunan Istana dapat diselesaikan  dalam waktu tiga (3) tahun dan di iresmikan pada saat itu juga.

                Istana tersebut berupa bangunan permanen berlantai dua yang merupakan paduan arsitektur asli Bima dan Belanda. Pembangunannya dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat ditambah pembiayaan dari anggaran belanja kesultanan.

                Istana dengan sendirinya menjadi bangunan yang paling indah dan megah pada masa kesultanan. Luas halamannya 500 meter persegi. Kala itu seputar istana tumbuh pohon-pohon rindang dan taman bunga yang indah. Bangunan istana diapit oleh dua pintu gerbang Timur dan Barat yang senantiasa dijaga oleh anggota pasukan pengawal kesultanan.

                Konsepsi tata letak bangunan istana tidak jauh berbeda dengan istana lain di tanah air. Istana menghadap ke Barat. Di depannya terapat tanah lapang atau alun-alun namanya serasuba.  Disinilah Raja tampil secara terbuka di depan rakyat di saat-saat tertentu, misalnya waktu kesultanan menyelenggarakan upacara-upacara penting atau perayaan hari besar keagamaan. Serasuba juga menjadi arena latihan pasukan kesultanan. Di sebelah alun-alun terdapat sebuah bangunan mesjid sebagai sarana kegiatan ritual keagamaan Islam. Kini mesjid itu bernama mesjid Sultan. Tanah lapang berbentuk segi empat                                                   (mendekati bentuk bujur sangkar). Satu sisi bersebelahan dengan bangunan mesjid, dan sisi lain menyatu dengan halaman istana. Jelaslah bahwa bagunan istana, alun-alun dan mesjid merupakan satu-kesatuan yang utuh.

                Untuk  memberi kesan sebagai bangunan monumental, istana bisa dipandang dari empat penjuru angin. Tampaknya pembangunan istana memperhatikan konsep filosofi sebuah istana yang di dalamnya menyiratkan kesatuan unsur pemerintahan, agama dan rakyat.

                Pintu gerbang sebelah Timur Lawa Kala atau Lawa Se merupakan pintu masuk bagi anggota Sara Hukum dan Ulama. Pintu masuk bagi anggota keluarga berada di belakang Asi, bernama Lawa Weki. Di depan Asi bagian Barat terdapat beberapa Meriam kuno dan tiang bendera setinggi 50 meter terbuat dari kayu jati Kasipahu dari Tololai. Tiang bendera tersebut dibangun oleh Sultan Abullah terpaksa membubarkan angkatan lainnya karena tiak mau memenuhi keinginan penjajah Belanda yang memaksa angkatan laut kesultanan Bima untuk menyerang pejuang-pejuang Gowa-Makasar dan Bugis.

                Tiang Kasipahu sempat roboh karena lapuk. Tahun 2003 dibangun kembali atas inisiatif Hj.  St Maryam R. Salahudin. Bahannya bukan jati tololai karena jati di sana tidak ada lagi tapi merupakan jati kelas satu di Wawo, Bima.

                Di sebelah Selatan Asi, berdiri sebuah mesjid kesultanan yang megah dibangun pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid tahun 1872 Masehi. Mesjid yang bersejarah tersebut pernah hancur dibom oleh sekutu pada perang Dunia Kedua.

                Pintu masuk Asi/Istana melewati serambi Utara. Serambi ini pada masa lalu dipergunakan untuk menerima tamu-tamu dalam jumlah besar dan untuk upacara penerimaan arak-arakan ua pua. Tetapi kini serambi tersebut berfungsi sebagai ruang pengenalan dan tempat penyimpanan patung-patung batu yoni menhir dan batu-batu bertulis peninggalan zaman Hindu yang berkembang di Bima hingga abad XVI.